Al-Fudhail Bin Iyadl berkata :
"Apabila
terjadi kekasaran diantara kamu dan seseorang, maka berhati-hatilah
kamu darinya. Jangan kamu harapkan persahabatan yang murni dan
mempercayainya, sebab sesungguhnya dia akan selalu memperhatikan
tindak-tandukmu, sedangkan kedengkian nya tersembunyi.
Adapun
orang yang awam maka menjauh dari mereka merupakan keharusan. Karena
mereka tidak termasuk jenismu, maka apabila terpaksa duduk bersama
dalam majelis mereka maka (lakukanlah) sesaat saja dan jagalah
kewibawaan dan kewaspadaanmu, sebab bisa jadi kamu mengucapkan satu kata
dan mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang keji.
Jangan
kamu menyuguhkan ilmu kepada orang yang jahil dan (jangan pula) kamu
suguhkan orang-orang yang lalai dengan fiqh dan orang yang dungu dengan
keterangan (al bayan), tapi perhatikanlah apa yang menyelamatkan
mereka dengan lemah lembut dan berwibawa.
Jangan
meremehkan musuh-musuhmu karena mereka mempunyai tipu daya yang
tersembunyi, dan kewajibanmu hanyalah bergaul dan berbuat baik kepada
mereka secara zhahir. Dan termasuk di antara mereka adalah orang-orang
yang dengki , maka tidak pantas mereka mengetahui nikmat yang kamu
dapatkan. Dan sesungguhnya al-‘ain itu haq , sedangkan bergaul dengan
mereka secara zahir itu harus." [Al Hujjah 1/304]
Imam al-Ajurri berkata :
“Ciri orang yang dikehendaki kebaikan oleh Allah adalah meniti jalan ini; Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta Sunnah para Sahabatnya radhiyallahu’anhum dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Dia mengikuti jalan para imam kaum muslimin yang ada di setiap negeri sampai para ulama yang terakhir diantara mereka; semisal al-Auza’i, Sufyan ats-Tsauri, Malik bin Anas, asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, al-Qasim bin Sallam, dan orang-orang yang berada di atas jalan yang mereka tempuh serta dengan menjauhi setiap madzhab/aliran yang dicela oleh para ulama tersebut.” (lihat Da’a'im Minhaj Nubuwwah, hal. 49)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar